Sunday, May 5, 2013

Entah..

Ternyata melihat dirimu yang semakin lama semakin tak terjangkau memang menyakitkan. Setelah sekian lama saya lupa rasanya sakit hati. Tiba-tiba dengan baiknya kamu mengingatkan saya akan hal itu.

Tak perlu berhari-hari untuk menghancurkan seluruh mimpi yang ku bangun selama ini. Cukup dalam sekejap kau meluluh-lantakkan semuanya. Dengan berpura-pura tak melihat bahwa saya ada disekitarmu. Yang kemudian memancing hujan untuk turut menangis.

Saya tahu inilah resiko menjadi pengagum rahasia. Tapi tetap saja saya tak terima. Tak bisa mengontrol hati saat merasa tak kau perhatikan. Tak bisa menahan diri saat elegi bernyanyi menyayat hati.

Mungkin saya hanya kau anggap sebagai seorang manusia dipersimpangan jalan. Yang tak tahu harus bermuara kemana setelah jauh melangkah. Yang tak tahu harus berbelok kemana setelah kehilangan arah.

Ya, saya memang manusia dipersimpangan jalan, yang selalu berharap kau akan sekedar melirik atau bahkan menyapa. Seperti dulu, awal pertama kali dimana kata menguap diantara kita.

Menyejukkan. Entah karna pada saat itu langit sedang berawan, atau karna saya melihat senyum yang paling bersahaja. Yang jelas saya menikmatinya. Seperti menemukan jalan pulang setelah sekian lama berkelana dan tersesat.

Setiap perlakuan manismu pun selalu dalam ingatan. Walau sekedar sapa saat tak sengaja takdir mempertemukan kita dikoridor depan kelas. Rasanya seperti ingin meledak. Meluncur jauh ke antariksa. Membuat laju jantung bekerja 7ribu kali lipat dari biasanya..

Lalu sesuatu yang buruk pun terjadi. Dengan paksa merenggut sebagian mimpi yang tanpa disadari mulai menari. Merampas angan-angan yang sudah membumbung tinggi diangkasa.

Menyesakkan, sekaligus menggelikan. Membuat jarak dengan terpaksa kian terpampang jelas.
Kau yang selalu menghindar. Dan saya yang (terkadang) pura-pura tak melihat.

Entah ini salah siapa.. Kita.. Dia.. Atau waktu..
Yang jelas, tak ada lagi pipi merona saat kau sapa..
Karna kau tak mungkin lagi menyapa..

No comments:

Post a Comment