Sunday, May 12, 2013

Keep Moving Forward

Maybe, this is based on true story...
But surely, this is indeed on true story..

Lucu ya, saat kita dituntut untuk tetap menjalani hidup agar terus bertahan dan menjaga keseimbangan duniawi. Tapi disisi lain, kita jadi ga sadar hal kecil apa aja yang udah kita lewatin secara cuma-cuma.

Kecil.. kecil.. lama-lama hal yang kemarin kita lewatin itu berubah jadi sesuatu yang besar, sesuatu yang berbeda. Sampe-sampe kita pun ga tau harus berbuat apa untuk ngembaliin semuanya kaya semula.

Sesuatu yang pergerakkannya lamban memang terkadang suka luput dari pengawasan kita sih yaa. Kadang ga keliatan, tapi tiba-tiba muncul dengan sosok yang berbeda. Ngerepotin hati aja tuh kalo yang tiba-tiba muncul sosoknya udah dalam sosok perasaan. Hehe.

Yap, sesuatu dari masa lalu yang udah berubah emang ga mungkin bisa kembali kaya semula lagi. Faktanya, kita cuma dikasih 2 pilihan mau diapakan sesuatu itu nantinya, which is:
Yang pertama, kita bisa tetap stuck dan hanya menyesali tanpa berbuat apapun.
Yang kedua, kita bisa move dan terus melangkah untuk tetap menjaga keseimbangan hidup.






Jadii, seperti kata-kata yang ada digambar diatas, kita harus bisa jadi manusia yang selalu maju kedepan, dengan selalu beryukur pada apa yang telah Ia berikan hari ini.
Bukan menjadi manusia yang selalu sibuk hidup dimasa lalu, dan menyesali sesuatu yang telah pergi.

Sunday, May 5, 2013

Entah..

Ternyata melihat dirimu yang semakin lama semakin tak terjangkau memang menyakitkan. Setelah sekian lama saya lupa rasanya sakit hati. Tiba-tiba dengan baiknya kamu mengingatkan saya akan hal itu.

Tak perlu berhari-hari untuk menghancurkan seluruh mimpi yang ku bangun selama ini. Cukup dalam sekejap kau meluluh-lantakkan semuanya. Dengan berpura-pura tak melihat bahwa saya ada disekitarmu. Yang kemudian memancing hujan untuk turut menangis.

Saya tahu inilah resiko menjadi pengagum rahasia. Tapi tetap saja saya tak terima. Tak bisa mengontrol hati saat merasa tak kau perhatikan. Tak bisa menahan diri saat elegi bernyanyi menyayat hati.

Mungkin saya hanya kau anggap sebagai seorang manusia dipersimpangan jalan. Yang tak tahu harus bermuara kemana setelah jauh melangkah. Yang tak tahu harus berbelok kemana setelah kehilangan arah.

Ya, saya memang manusia dipersimpangan jalan, yang selalu berharap kau akan sekedar melirik atau bahkan menyapa. Seperti dulu, awal pertama kali dimana kata menguap diantara kita.

Menyejukkan. Entah karna pada saat itu langit sedang berawan, atau karna saya melihat senyum yang paling bersahaja. Yang jelas saya menikmatinya. Seperti menemukan jalan pulang setelah sekian lama berkelana dan tersesat.

Setiap perlakuan manismu pun selalu dalam ingatan. Walau sekedar sapa saat tak sengaja takdir mempertemukan kita dikoridor depan kelas. Rasanya seperti ingin meledak. Meluncur jauh ke antariksa. Membuat laju jantung bekerja 7ribu kali lipat dari biasanya..

Lalu sesuatu yang buruk pun terjadi. Dengan paksa merenggut sebagian mimpi yang tanpa disadari mulai menari. Merampas angan-angan yang sudah membumbung tinggi diangkasa.

Menyesakkan, sekaligus menggelikan. Membuat jarak dengan terpaksa kian terpampang jelas.
Kau yang selalu menghindar. Dan saya yang (terkadang) pura-pura tak melihat.

Entah ini salah siapa.. Kita.. Dia.. Atau waktu..
Yang jelas, tak ada lagi pipi merona saat kau sapa..
Karna kau tak mungkin lagi menyapa..